Memilih untuk bersedih saja
Melepas semuanya tanpa rasa takut
Sejahteranya insan bisa memilih bebas kapan harus tertawa keras atau bahkan menangis sejadi-jadinya
Suara tangis masih mampu untuk ditahan, namun tidak dengan air matanya
Wajah basah, mata sembab, kemudian bersin-bersin usai tangisnya pecah
Hampir setiap hari,
Terlalu malu untuk berbagi kisah, bahkan kepada Tuhan sekalipun, aku tahu dia tahu
Tidak bernyali untuk mengatakan bahwa ini salah dunia, namun bolehkah aku memilih untuk bersedih barang sebentar saja?
Karna satu-satunya hal yg mungkin bisa kulakukan hanya itu, bersedih lalu menangis
Nyeri-nyeri seluruh tubuh seolah paham dan mengerti betapa perih dan sakitnya atas semua yg sudah terjadi
Tidak bernyali untuk meminta dipahami
Namun, bolehkah aku memilih untuk menangis barang sebentar?
Dunia tidak bersalah, hanya aku yang masih kurang mampu memahami dan mewajari, bahwa orang-orang boleh untuk berbuat apa saja termasuk meleceti hati melalui kata-katanya.
Secara sadar, ia katakan itu.
Tidak bernyali untuk protes, kenapa harus begitu?
Namun bolehkah aku memilih untuk bersedih dan menangis barang sebentar?
Adaptasi ternyata tidak begitu mudah
Tidak ada mudahnya menerima fakta bahwa, aku memang bukan tokoh utama pada hidup siapapun, bahkan di kehidupan mereka berdua
Lantas kalau begini, aku harus bagaimana dan melakukan apalagi?
Ide-ide terburuk terus saja melintas, namun lagi-lagi aku tidak bernyali untuk melukai diri sendiri
Walaupun dengan sadar juga tahu bahwa, memang siapa yg akan ikut terluka juga jika ide-ide itu terjadi?
Sejahteranya insan mampu memilih semua pilihan yang datang pada hidupnya
Tidak bernyali untuk mengatakan apapun
Namun, bolehkah aku memilih untuk diam dan bersedih dengan waktu yang lama?